contoh soal AKM teks informasi untuk pembelajaran level 1 kelas 7 dan 8
contoh soal AKM teks informasi untuk pembelajaran level 1 kelas 7 dan 8.
Plastik
berupa kemasan makanan atau plastik sekali pakai kerap kali dianggap tak
bernilai setelah digunakan, akibatnya sampahnya tidak terkelola dengan baik.
Dari hasil survei Katadata Insight Center (KIC), kesadaran masyarakat untuk
memilah plastik dari sampah rumah tangga masih rendah, yakni pada kisaran 22%
dari total responden rumah tangga yang memang telah memilah sampahnya. Data ini
diperkuat oleh Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia
(INAPLAS) yang menyebutkan bahwa tingkat daur ulang dari sampah plastik di
Indonesia saat ini baru 17%. Karena itu, upaya peningkatan dalam pengelolaan
sampah plastik perlu didorong melalui pendekatan ekonomi sirkular.
SUMBER: https://katadata.co.id/timpublikasikatadata/infografik/5e9a4c4a17559/potensi-besar-di-balik-pengelolaan-sampah-plastik
Penulis: Tim Publikasi Katadata
Kode 0 Jika siswa memberikan penilaian dengan memberi penjelasan kata kunci yang kurang tepat atau tidak sesuai konteks (tidak menilai tentang warna dari infografi).
Uraian
Mengajak
Anak Mengambil Teladan dari Kisah Pewayangan
SAHABAT KELUARGA – Semua anak hampir bisa
dipastikan menyukai dongeng dan kisah. Salah satunya karena mendengarkan sebuah
kisah terasa lebih menyentuh jiwa. Termasuk kisah pewayangan. Jika Anda
terlahir sebagai orang Jawa, kisah pewayangan bisa menjadi salah satu
alternatif menarik dalam mendidik anak. Mengapa kisah pewayangan bernilai
penting?.
Pertama, wayang merupakan kekayaan lokal
yang unik dan istimewa.
Pentas wayang sangat ramai dan meriah. Pertunjukan ini melibatkan crew yang banyak dan pembagian peran
yang cukup rumit. Tugas masing-masing peran juga sangat unik. Hasilnya, sebuah
pertunjukan kolaborasi yang sangat indah dan menawan.
Tidak
dipungkiri, sejarah kebudayaan Hindu hingga saat ini masih mewarnai kanvas seni
budaya Nusantara. Begitupun cerita wayang yang asal-muasalnya dari India dengan
mayoritas Hindu-nya. Namun dalam sejarah perkembangan wayang di Indonesia,
cerita pewayangan telah dimodifikasi dengan muatan-muatan Islam. Wayang pernah
menjadi sarana dakwah Sunan Kalijaga di Pulau Jawa. Hal ini tentu saja tidak
hanya menguatkan khasanah budaya lokal, wayang sekaligus bisa menjadi bentuk
himbauan dan tuntunan bagi masyarakat. Melalui wayang, anak juga belajar
mengasah literasi budaya sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Kedua, melalui wayang anak lebih mengenal
keragaman.
Menyiapkan anak untuk menjadi pemimpin di
masa depan, salah satunya tentu dengan menyiapkan mental kolaboratif dengan
aneka perbedaan. Keragaman peran adalah salah satu poin penting yang bisa kita
tanamkan melalui pentas wayang. Anak-anak bisa mengamati sebelum kemudian
menyukai dan memilih salah satu peran yang ingin dikuasai. Apakah menjadi
dalang, sinden, waranggana, atau pemusik yang ragamnya pun masih sangat banyak.
Melalui wayang anak belajar mencintai budaya sendiri untuk kemudian menghormati
budaya dari suku lain di Indonesia.
Tokoh pewayangan yang beragam membuat
anak mengenal lebih banyak jenis karakter manusia. Dengan mendalami peran tokoh
protagonis-antagonis Pandawa-Kurawa hingga humor ala Punakawan, anak-anak tentu
memiliki wawasan yang lebih kaya. Dengan modal ini, diharapkan anak lebih siap
bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang di masa depannya.
Ketiga, kisah pewayangan sarat hikmah dan
pelajaran.
Cerita-cerita yang dihadirkan dalam dunia
wayang seringkali merupakan potret dari realita kehidupan. Tidak sekadar
hiburan bagi masyarakat, dalam cerita wayang ada kritik sosial dan usulan serta
masukan idealita sebuah masyarakat.
Wayang menampilkan pesan-pesan moral.
Dalang yang bertugas memainkan wayang telah dididik melalui pendidikan yang
panjang. Dalang tidak hanya bertugas menghafalkan tokoh dan jalan cerita, bahkan
dalang seolah wajib menyampaikan pesan-pesan kebaikan melalui sajak dan syair
di dalam ceritanya.
Di era milenial ini tidak bisa dipungkiri
bahwa anak-anak kita lebih hafal tokoh-tokoh Barat dibandingkan dengan tokoh
lokal dalam dunia pewayangan. Ini tentu menjadi pekerjaan rumah kita semua yang
ingin kembali menguatkan literasi budaya di kalangan anak-anak Indonesia.
Barangkali perlu digalakkan lagi progam nonton bareng pentas wayang, membaca
kisah-kisah pewayangan, mengunjungi Museum Wayang, atau bahkan memberi
kesempatan pada anak untuk ’mencicipi’ pertunjukan wayang. Jika tidak dimulai
dari rumah kita, dari mana lagi? (Wahtini, S.Pd.- Penulis Lepas).
Sumber: sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id
https://hasilun.puspendik.kemdikbud.go.id/akm/akm/soal?j=3&l=4&s=295
Literasi,
Jiwa Dunia Pendidikan
Foto pribadi: Anis sedang membaca sebuah buku (Dokpri)
Pendidikan
adalah proses pembelajaran seseorang dalam memahami suatu kondisi atau gejala
pada kehidupan nyata. Pembelajaran berarti tahapan seseorang untuk dapat
mengerti perihal kajian yang dipelajari. Mempelajari adalah keadaan seseorang
melakukan kegiatan membaca dan menulis.
Membaca artinya menggunakan mata untuk
melihat objek dan otak untuk menginterpretasi objek serta mengambil makna suatu
objek, sedangkan menulis artinya menggunakan otak sebagai alat berpikir dalam
menuangkan gagasan melalui tangan berupa tulisan-tulisan yang memiliki ilmu
atau makna akan peristiwa. Jadi, membaca dan menulis merupakan awal terciptanya
suatu pendidikan.
Membaca tidak hanya sekedar melihat
susunan alfabet di atas lembar putih tetapi jauh lebih dari itu, yakni memahami
isi tulisan bahkan mampu mengkritisi bahasan tulisan yang telah dibaca. Membaca
adalah unsur pertama dan utama dalam menyerap beraneka ragam ilmu dari manapun.
Tanpa membaca tidak ada satu orang pun di muka bumi ini yang pandai dan cerdas.
Albert Einstein adalah seorang yang genius dan
ia memeroleh dengan cara membaca.
Menulis
tak sebatas menumpahkan tinta pada bidang datar, melainkan merangkai alfabet
satu demi satu sehingga terbentuk suatu tulisan yang menampilkan ide penulis
dalam menyampaikan isi bahasan pada pembaca. Menulis merupakan unsur pertama
dan utama dalam memaparkan rangkaian alfabet hingga berbentuk suatu tulisan
untuk dipahami dan dikritisi oleh pembaca.
Selain
itu, menulis juga merupakan kegiatan menuangkan segala macam gagasan yang dapat
dijadikan pedoman dan acuan terhadap pendidikan untuk menambah ilmu. Raden
Ajeng Kartini, yang merupakan seorang penulis tersohor di masanya, selalu
menuangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan hingga mampu mengubah pandangan
orang Belanda terhadap kaum pribumi saat itu.
Membaca
bukan saja melihat, tetapi juga menerka dan mengkritisi tulisan yang tidak
sesuai dengan pola pikir kita terhadap bahasan yang disajikan penulis. Menulis
tak hanya menggoreskan ujung pena pada kertas, melainkan mengubah pola pandang
kita terhadap pemikiran yang disampaikan penulis mengenai suatu kajian.
Membaca
dan menulis itu ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan dan saling
mengungguli, sebab keduanya harus berjalan berdampingan agar membentuk suatu
kemampuan dan keterampilan dalam jiwa setiap insan.
Literasi atau kegiatan membaca dan
menulis ini memiliki kedudukan penting dalam dunia pendidikan. Tanpa kehadiran
keduanya, dunia pendidikan itu ibarat ruang hampa tanpa isian dan tak
bermanfaat bagi keberlangsungan hidup manusia. Literasi memegang peran kunci
pada dunia pendidikan yakni, sebagai fondasi yang memberikan kekuatan dalam
membangun dan membentuk dunia pendidikan bagi semua orang.
Tak berhenti di situ, literasi juga
merupakan tulang punggung pendidikan, sebab hanya dengan literasi semua orang
dapat mengenyam pendidikan walau tak harus berada di bangku sekolah dan
karenanya tercipta manusia pandai dan cerdas. Oleh sebab itu, sangat penting
membudayakan kegiatan literasi yaitu baca dan tulis dalam kehidupan masyarakat
untuk membangun dunia pendidikan bagi seluruh manusia.
Indonesia sebagai salah satu negara yang
mengedepankan pendidikan, ternyata mengalami kendala berupa penurunan tingkat
literasi dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya nilai
serap kemampuan akademik dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh menurunnya
minat baca dan tulis pelajar.
Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan
terhadap sepuluh siswa-siswi di desa Kedungmoro, Kecamatan Kunir, Kabupaten
Lumajang, Provinsi Jawa Timur dengan dua latar belakang lembaga pendidikan
berbeda (SD dan MI), ternyata hanya dua siswa yang melakukan kegiatan literasi,
baik di sekolah maupun di rumah. Sangat miris jika melihat cermin literasi yang
berlangsung selama ini, namun itulah bukti kegiatan literasi yang ada di dunia
pendidikan Indonesia saat ini.
Sumber :
Badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/conten/bahan-bacaan-literasi-2018
Melihat kenyataan
bahwa kemampuan literasi di Indonesia masih jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan negara lain di dunia, apa yang dapat kamu lakukan untuk kegiatan
literasi?
https://hasilun.puspendik.kemdikbud.go.id/akm/akm/soal?j=3&l=4&s=296
.
0 Response to " contoh soal AKM teks informasi untuk pembelajaran level 1 kelas 7 dan 8"
Post a Comment