Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya Pembelajaran 2.1
Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya Pembelajaran 2.1
A.
Sekolah
Sebagai Ekosistem
Eksosistem
merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup
dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang
saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu.
JIka
diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi
antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup).
Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu
menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah,
faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif
satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di
antaranya adalah:
- Murid
- Kepala Sekolah
- Guru
- Staf/Tenaga Kependidikan
- Pengawas Sekolah
- Orang Tua
- Masyarakat sekitar sekolah
Selain faktor-faktor
biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif
dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah:
- Keuangan
- Sarana dan prasarana
B. Pendekatan Berbasis
Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan Berbasis
Aset/Kekuatan (Asset-Based Thingking)
Pendekatan berbasis
kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) akan memusatkan
perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak
bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang
negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi
tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak
sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga
yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada
di sekitar.
Pendekatan berbasis aset
(Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang
dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni
kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini
merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam
kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak
untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang
menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Perbedaan
antara pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat
dilihat dari tabel di bawah ini.
Berbasis pada
kekurangan/masalah/hambatan |
Berbasis pada aset |
Fokus pada masalah dan isu |
Fokus pada aset dan
kekuatan |
Berkutat pada masalah utama |
Membayangkan masa depan |
Mengidentifikasi
kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang? |
Berpikir tentang
kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut. |
Fokus mencari
bantuan dari sponsor atau institusi lain |
Mengorganisasikan
kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan) |
Merancang program atau proyek untuk menyelesaikan
masalah |
Merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan
kekuatan |
Mengatur kelompok
yang dapat melaksanakan proyek |
Melaksanakan
rencana aksi yang sudah diprogramkan |
(Green & Haines, 2010)
C. Sejarah singkat pendekatan ABCD
(Asset-Based Community Development
Asset-Based Community
Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita sebut dengan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang
dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, di mana keduanya adalah
pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University. ABCD dibangun dari
kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota
komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal
untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010).
Pendekatan Pengembangan
Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap pendekatan
konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan, dan
kekurangan yang ada pada suatu komunitas. Pendekatan tradisional tersebut
menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dengan demikian dapat
menyebabkan anggota komunitas menjadi tidak berdaya, pasif, dan selalu merasa
bergantung dengan pihak lain.
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan
cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada
kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh
komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta
dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan.
Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan
aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar
menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman
(2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif.
Pendekatan Pengembangan
Komunitas Berbasis Aset menekankan kepada kemandirian dari suatu
komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan
bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan
demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan.
Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset berfokus pada potensi aset/sumber
daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Selama ini komunitas sibuk pada
strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi.
D.
PKBA
sebagai Pendekatan yang Dibantu oleh Pihak Luar
Pendekatan
PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam
sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven development.
Di
dalam buku ‘Participant Manual of Mobilizing Assets for Community-driven
Development’ (Cunningham, 2012) menuliskan perbedaannya dengan pendekatan
yang dibantu oleh pihak luar. Penjelasan yang ada sebetulnya ditujukan
untuk pengembangan masyarakat, namun tetap bisa kita implementasikan pada
lingkungan sekolah karena sebetulnya adalah miniatur sebuah tatanan masyarakat
di suatu daerah.
- Perubahan masyarakat yang signifikan karena warga lokal dalam
masyarakat tersebut yang mengupayakan perubahan. Apabila kita aplikasikan
ke lingkungan sekolah dan seluruh warga sekolah berupaya melakukan
perubahan maka perubahan tersebut pasti akan terjadi.
- Warga masyarakat akan bertanggung jawab pada yang sudah mereka
mulai. Dengan demikian setiap warga sekolah akan bertanggung
jawab atas apa yang sudah dimulai.
- Membangun dan membina hubungan merupakan inti dari membangun
masyarakat inklusif yang sehat. Membangun dan membina hubungan
antar warga sekolah, seperti hubungan guru-guru, guru – kepala sekolah,
guru – murid – guru, guru – staf sekolah – guru, staf sekolah – murid –
staf sekolah, ataupun kepala sekolah – murid – kepala sekolah menjadi
sangat penting untuk membangun sekolah yang sehat dan inklusif.
- Masyarakat tidak
pernah dibangun dengan berfokus terus pada kekurangan, kebutuhan dan
masalah. Masyarakat merespons secara kreatif ketika fokus pembangunan pada
sumber daya- sumber yang tersedia, kapasitas yang dimiliki, kekuatan dan
aspirasi yang ada. Sekolah harus dibangun dengan melihat pada
kekuatan, potensi, dan tantangan, kita harus bisa fokus pada pembangunan
sumber daya yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan
aspirasi yang sudah ada.
- Kekuatan sekolah
berbanding lurus dengan tingkat keberagaman keinginan unsur sekolah yang
ada, dan pada tingkat kemampuan mereka untuk menyumbangkan kemampuan yang
ada pada mereka dan aset yang ada untuk sekolah yang lebih baik.
- Dalam setiap unsur
sekolah, pasti ada sesuatu yang berhasil. Dari pada menanyakan “ada
masalah apa?” dan “bagaimana memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “apa
yang telah berhasil dilakukan?” dan “bagaimana mengupayakan lebih banyak
hasil lagi?” Cara bertanya ini mendorong energi dan kreativitas.
- Menciptakan perubahan yang positif mulai dari sebuah perbincangan
sederhana. Hal ini merupakan cara bagaimana manusia selalu berpikir
bersama dan mencetuskan/memulai suatu tindakan.
- Suasana yang
menyenangkan harus merupakan salah satu prioritas tinggi dalam setiap
upaya membangun sekolah.
- Faktor utama dalam
perubahan yang berkelanjutan adalah kepemimpinan lokal dan pengembangan
dan pembaharuan kepemimpinan itu secara terus menerus.
- Titik awal perubahan
selalu pada perubahan pola pikir (mindset) dan sikap yang
positif.
E.
Aset
– aset dalam sebuah komunitas
Dalam
mengatasi tantangan pada pendekatan tradisional yang digunakan untuk mengatasi
permasalahan perkotaan, di mana penyedia jasa dan lembaga donor lebih
menekankan pada kebutuhan dan kekurangan yang terdapat pada komunitas,
Kretzmann dan McKnight menunjukkan bahwa aset yang dimiliki oleh komunitas
adalah kunci dari usaha perbaikan kehidupan pada komunitas perkotaan dan
pedesaan .
Menurut
Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community
development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai
modal utama, yaitu:
1. Modal Manusia
o
Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi
pada sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang.
o
Pemetaan modal atau aset individu merupakan
kegiatan menginventaris pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki
setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau dengan kata lain, inventarisasi
perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan sesuatu yang berhubungan dengan
hati, tangan, dan kepala.
o Pendekatan lain
mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang yang
berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok
orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok.
Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam
mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi. Kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan
tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.
2. Modal Sosial
o
Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat
yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan
jaringan ( networking) antara unsur yang ada di dalam
komunitas/masyarakat.
o
Investasi yang berdampak pada bagaimana manusia,
kelompok, dan organisasi dalam komunitas berdampingan, contohnya kepemimpinan,
bekerjasama, saling percaya, dan punya rasa memiliki masa depan yang sama.
o Contoh-contoh
yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah
suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas
dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan
saling berbagi untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan
yang bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah
berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya. Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu
fisik (lembaga), misalnya asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu
lembaga yang mempunyai struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai
salah satu faktor utama dalam proses pengembangan komunitas masyarakat.
3.
Modal Fisik
Terdiri
atas dua kelompok utama, yaitu:
o Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi
melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan.
o Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran
pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung
pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.
4. Modal Lingkungan/alam
o
Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan
hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut,
taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
o
Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk
berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material
bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan sebagainya.
5. Modal Finansial
o
Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah
komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan
sebuah komunitas.
o Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi,
pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal
dan eksternal.
o Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang
bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan
membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil,
bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana
melakukan pembukuan.
6. Modal Politik
o Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua
lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam
kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam
komunitas.
o Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki
hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan,
pelayanan listrik atau air.
7. Modal Agama
dan budaya
o
Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih
sayang, dan unsur dari kebijakan praktis (dorongan utama pada kegiatan
pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai, sejarah, makanan, warisan budaya,
seni, dan lain-lain.
o
Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing
merupakan serangkaian ide, gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang
merupakan hasil karya manusia yang hidup berkembang dalam sebuah ruang
geografis.
o
Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar,
dan berfungsi untuk mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah
komunitas, baik perilaku lahiriah maupun simbolik. Agama menuntut
terbentuknya moral sosial yang bukan hanya kepercayaan, tetapi juga perilaku
atau amalan.
o
Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama
merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan
ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk kelembagaan dan
tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak langsung di dalamnya.
o
Sangat penting kita mengetahui sejauh mana
keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola
relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai
peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama.
0 Response to "Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya Pembelajaran 2.1"
Post a Comment